Lazada Indonesia
Lazada Indonesia

Sabtu, 12 April 2014

Lets Talk About Girl



Apakah wanita boleh bekerja di luar rumah atau tidak.Berdiam di rumah memang lebih utama bagi wanita, tetapi kita jangan sampai tertipu, karena tidak sedikit wanita yang berdiam di rumah tapi aktivitasnya hanya menonton acara TV yang tak bermutu, ngemil, bergosip, atau bersantai-santai. Benar-benar sia-sia dan membuang waktu.

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ta’atilah Alloh dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Alloh bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS Al Ahzab [33] : 33)

Berkaitan dengan ayat tersebut, sering timbul pertanyaan,, "Apakah wanita boleh bekerja di luar rumah atau tidak ?"

Masyarakat dunia adalah kumpulan bangsa, sedangkan bangsa adalah kumpulan suku, ras, kelompok, atau komunitas tertentu. Kemudian, keluarga adalah organisasi terkecil dalam tatanan masyarakat yang terdiri dari para individu. Dimana kualitas individu generasi mendatang sangat bergantung dari kemampuan para ibu mendidik dan mengkader putra-putrinya.

Oleh karena itu, berdiam di rumah bukan berarti tidak berhak mendapatkan informasi, ilmu, pengalaman dan wawasan yang luas. Hal ini disebabkan para wanitalah yang lebih bertanggung jawab terhadap moral, akhlak, dan kemampuan kepemimpinan generasi mendatang, selain kewajibannya menyelesaikan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mengepel, memasak, mencuci pakaian, mengurus anak, dan melayani suami.

Artinya, bila seorang ibu bercita-cita melahirkan orang-orang shalih yang dicintai Alloh atau melahirkan orang-orang besar, maka ia harus memiliki ilmu dan wawasan yang memadai. Sungguh, ini bukan pekerjaan ringan. Kendati aktifitas ini dilakukan dalam rumah, tapi hal ini memerlukan kecerdasan dan keterampilan yang tak lebih mudah dari keilmuan yang harus dimiliki oleh para manajer, pejabat atau pemimpin dalam suatu perusahaan dan organisasi. Orang-orang besar seperti tokoh agama, para pejuang atau pahlawan misalnya, selayaknya dilahirkan oleh para wanita yang berakhlak baik tentunya.
Alloh SWT memang memuliakan para wanita dengan tidak mewajibkannya mencari nafkah. Nafkah seorang wanita ditanggung oleh suaminya. Bila ia tak mempunyai suami atau suaminya tak mampu menafkahinya, maka kewajiban itu akan jatuh kepada ayahnya, atau anak lelakinya, atau saudara kandung laki-lakinya, atau pamannya, dan seterusnya.Tetapi, bila tak ada satu pun dari mereka yang mampu menanggungnya hingga ia terpaksa harus bekerja keluar rumah, maka ia harus memperhatikan rambu-rambunya.

Rambu-rambu wanita bekerja di luar rumah yaitu:

Pertama, tidak mengabaikan kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang istri dan ibu. Walau suami mengizinkan, tapi jika pengelolaan rumah tangga menjadi terbengkalai dan pembinaan anak-anak menjadi tidak maksimal, maka niat untuk bekerja harus ditinjau ulang.

Kedua, berhijab dengan benar. Pakaian menutup seluruh tubuh, tidak transparan, tidak tipis, model dan warna pakaian tidak terlampau menarik perhatian laki-laki, dan tidak menggunakan wewangian.

Ketiga, memperhatikan batas-batas pergaulan antara laki-laki dan wanita, yaitu tidak saling memandang tanpa alasan yang dibenarkan, tidak bersentuhan, tidak bercakap-cakap secara berlebihan (misalnya bercanda atau bermesra-mesra), dan dalam kondisi apapun jauhi ikhtilath (berduaan dengan lawan jenis).

Karena kondisi setiap wanita berbeda, maka kategori bekerja bagi para wanita terbagi dalam beberapa jenis.

Pertama, wajib. Wajib ini pun terbagi dua.

* Pertama, wajib ‘ain, bila yang dikerjakan adalah kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang istri dan ibu, seperti melayani suami, mengurus dan mendidik anak, dan melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari.
* Kedua, wajib kifayah, bila profesi tersebut memang lebih utama dikerjakan oleh wanita, bukan lelaki. Misalnya profesi sebagai bidan, dokter kandungan, perawat untuk pasien wanita, dokter kulit kelamin untuk wanita, penajhit wanita, atau para daiyah yang dibutuhkan ilmunya untuk menyampaikan kelimuannya tentang kemuslimahan dan kerumahtanggan. Bila dalam suatu lingkungan tidak ada muslimah yang berprofesi seperti diatas, sementara di lingkungan tersebut ada seorang wanita yang mempunyai kesempatan dan potensi untuk berprofesi demikian, maka bekerja dengan profesi seperti diatas bagi wanita tersebut adalah wajib ‘ain, tentu selama dalam rambu-rambu wanita bekerja.

Kedua, sunah, bila suami mampu menafkahi anak dan istri, tetapi istri ingin bekerja karena ingin membantu saudara, tetangga, atau fakir miskin. Dengan kata lain, istri ingin bekerja karena suami tidak memiliki kelebihan harta untuk menolong orang lain selain menafkahi keluarganya.

Ketiga, mubah, bila suami kaya raya, dalam arti mampu menafkahi anak dan istri, bahkan mampu menolong sanak saudara, tetangga atau fakir miskin, tapi istri tetap ingin bekerja dengan alasan hobi atau kesenangan. Dalam hal ini, suami tetap mengizinkan dan meridhai istrinya bekerja.

Keempat, makruh, bila kondisinya seperti yang ketiga, tetapi suami cenderung, lebih suka, atau lebih ridha jika istri tak bekerja di luar rumah, walau tetap mengizinkan. Kelima, haram, bila kondisinya seperti yang ketiga, tetapi suami benar-benar tidak meridhai. Atau, suami mengizinkan, tetapi ia keluar dari rambu-rambu bekerja diluar rumah bagi wanita. Yang patut diperhatikan adalah kaitan antara rambu-rambu tersebut dengan kategorinya. Para muslimah tetap harus memperhatikan rambui-rambu tersebut, baik ia bekerja dalam kategori wajib, sunah, mubah, maupun makruh.

Sekalipun diizinkan suami, atau berkerja untuk pekerjaan-pekerjaan yang tergolong fardhu kifayah, atau diniatkan untuk membantu orang lain sekalipun, maka tetap akan lebih dekat pada menimbulkan mudharat, maksiat, atau fitnah jika mengabaikan kewajiban dalam rumah tangga, atau tidak menyempurnakan hijab, atau tidak menjaga batas-batas pergaulan antara pria dan wanita. Oleh karena itu, mari kita upayakan dengan sungguh-sungguh agar kita tidak keluar dari rambu-rambu tersebut. Semoga Alloh SWT menuntun para muslimah agar mampu mengoptimalkan potensinya sebagai seorang istri, ibu, dan da’iyah bagi umat. Amin. Wallahu’alam.

0 komentar:

Posting Komentar